Sabtu, 10 Maret 2012

Bukti pengamatan

Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang mendukung model Ledakan Dahsyat, yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran merah galaksi, pengukuran mendetail pada latar belakang mikrogelombang kosmis, kelimpahan unsur-unsur ringan, dan distribusi skala besar beserta evolusi galaksi[42] yang diprediksikan terjadi karena pertumbuhan gravitasional struktur dalam teori standar. Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar teori Ledakan Dahsyat".[43]

[sunting] Hukum Hubble dan pengembangan ruang

Pengamatan pada galaksi dan kuasar yang jauh menunjukkan bahwa objek-objek ini mengalami pergeseran merah, yakni bahwa pancaran cahaya objek ini telah bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini dapat dilihat dengan mengambil spektrum frekuensi suatu objek dan mencocokkannya dengan pola spektroskopi garis emisi ataupun garis absorpsi atom suatu unsur kimia yang berinteraksi dengan cahaya. Pergeseran ini secara merata isotropis, dan terdistribusikan merata di kesemuaan objek terpantau di seluruh arah pantauan. Jika geseran merah ini diinterpretasikan sebagai geseran Doppler, kecepatan mundur suatu objek dapat dikalkulasi. Untuk beberapa galaksi, dimungkinkan pula perkiraan jarak menggunakan tangga jarak kosmis. Ketika kecepatan mundur dipetakan terhadap jaraknya, hubungan linear yang dikenal sebagai hukum Hubble akan terpantau:[7]
v = H0D,
dengan
Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita berada pada pusat pengembangan galaksi (yang tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus), atapun alam semesta mengembang secara merata ke mana-mana. Pengembangan alam semesta ini diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander Friedmann pada tahun 1922[16] dan Georges Lemaître pada tahun 1927,[17] sebelum Hubble melakukan analisi beserta pengamatannya pada tahun 1929.
Teori ini mempersyaratkan bahwa hubungan v = HD berlaku sepanjang masa, dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan mundur, dan v, H, D bervariasi seiring dengan mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita menulis H0 untuk menandakannya sebagai "konstanta" Hubble sekarang). Untuk jarak yang lebih kecil daripada alam semesta terpantau, geseran merah Hubble dapat dianggap sebagai geseran Doppler yang sesuai dengan kecepatan mundur v. Namun, geseran merah ini bukan geseran Doppler sejatinya, namun merupakan akibat dari pengembangan alam semesta antara waktu cahaya tersebut dipancarkan dengan waktu cahaya tersebut dideteksi.[44]
Bahwa alam semesta mengalami pengembangan metrik ditunjukkan oleh bukti pengamatan langsung prisip kosmologis dan prinsip Kopernikus. Pergeseran merah yang terpantau pada objek-objek yang jauh sangat isotropis dan homogen.[7] Hal ini mendukung prinsip kosmologis bahwa alam semesta tampaklah sama di keseluruhan arah pantauan. Apabila pergeseran merah yang terpantau merupakan akibat dari suatu ledakan di titik pusat yang jauh dari kita, maka pergeseran merahnya tidak akan sama di setiap arah pantauan.
Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis terhadap dinamika sistem astrofisika yang jauh pada tahun 2000 membuktikan kebenaran prinsip Kopernikus, yakni bahwa Bumi bukanlah posisi pusat alam semesta.[45] Radiasi yang berasal dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan cukup hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam semesta. Pendinginan yang merata pada latar belakang mikrogelombang kosmis selama milyaran tahun hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta mengalami pengembangan metrik dan kita tidak berada dekat dengan pusat suatu ledakan.

[sunting] Radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis

Citra WMAP yang menunjukkan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis
Semasa beberapa hari pertama alam semesta, alam semesta berada dalam keadaan kesetimbangan termal, dengan foton secara berkesinambungan dipancarkan dan kemudian diserap. Hal ini kemudian menghasilkan radiasi spektrum benda hitam. Seiring dengan mengembangnya alam semesta, temperatur alam semesta menurun sehingganya foton tidak lagi dapat diciptakan maupun dihancurkan. Temperatur ini masih cukup tinggi bagi elektron dan inti untuk terus berpisah tanpa terikat satu sama lainnya. Walau demikian, foton terus "dipantulkan" dari elektron-elektron bebas ini melalui suatu proses yang disebut hamburan Thompson. Oleh karena hamburan yang terjadi berulang-ulang, alam semesta pada masa-masa awalnya akan tampak buram oleh cahaya.
Ketika temperatur jatuh mencapai beberapa ribu Kelvin, elektron dan inti atom mulai bergabung membentuk atom. Proses ini disebut sebagai rekombinasi. Karena foton jarang dihamburkan dari atom netral, radiasi akan berhenti dipancarkan dari materi ketika hampir semua elektron telah berekombinasi. Proses ini terjadi 379.000 tahun setelah Ledakan Dahysat, dikenal sebagai zaman penghamburan terakhir. Foton-foton terakhir inilah yang kita pantau pada radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada masa sekarang. Pola-pola fluktuasi radiasi latar ini merupakan gambaran langsung alam semesta pada masa-masa awalnya. Energi foton yang berasal pada zaman penghamburan terakhir akan mengalami pergeseran merah seiring dengan mengembangnya alam semesta. Spektrum yang dipancarkan oleh foton ini akan sama dengan spektrum radiasi benda hitam, namun dengan temperatur yang menurun. Hal ini mengakibatkan radiasi foton ini bergeser ke daerah mikrogelombang. Radiasi ini diperkirakan terpantau di setiap titik pantauan di alam semesta dan datang dari semua arah dengan intensitas radiasi yang (hampir) sama.
Pada tahun 1964, Arno Penzias dan Robert Wilson secara tidak sengaja menemukan radiasi latar belakang kosmis ketika mereka sedang melakukan pemantau diagnostik menggunakan penerima mikrogelombang yang dimiliki oleh Laboratorium Bell.[28] Penemuan mereka memberikan konfirmasi yang substansial mengenai prediksi radiasi latar bahwa radiasi ini bersifat isotropis dan konsisten dengan spektrum benda hitam pada 3 K. Penzias dan Wilson kemudian dianugerahi penghargaan Nobel atas penemuan mereka.
Spektrum latar belakang mikrogelombang kosmis yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46] Titik-titik data beserta ambang batas kesalahan pengukuran pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoritis, menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat tinggi.
Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer - Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan awal satelit ini yang dirilis pada tahun 1990 konsisten dengan prediksi Ledakan Dahsyat. COBE menemukan pula temperatur sisa alam semesta sebesar 2,726 K dan pada tahun 1992 untuk pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi) pada radiasi latar belakang mikrogelombang dengan tingkatan sebesar satu per 105.[29] John C. Mather dan George Smoot dianugerahi Nobel atas kepemimpinan mereka dalam proyek ini. Anisotropi latar belakang mikrogelombang kosmis diinvestigasi lebih lanjut oleh sejumlah besar eksperimen yang dilakukan di darat maupun menggunakan balon. Pada tahun 2000-2001, beberapa eksperimen, utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam semesta hampir secara spasial rata dengan mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam semesta.)
Pada awal tahun 2003, hasil penemuan pertama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa parameter-parameter kosmologis. Wahana antariksa ini juga membantah beberapa model inflasi kosmis, namun masih konsisten dengan teori inflasi secara umumnya.[30] WMAP juga mengonfirmasi bahwa selautan neutrino kosmis merembes di keseluruhan alam semesta. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa bintang-bintang pertama memerlukan lebih dari setengah milyar tahun untuk menciptakan kabut kosmis.

[sunting] Kelimpahan unsur-unsur primordial

Menggunakan model Ledakan Dahsyat, kita dapat memperkirakan konsentrasi helium-4, helium-3, deuterium dan litium-7 yang ada di seluruh alam semesta berbanding dengan jumlah hidrogen biasa.[37] Kelimpahan kesemuaan unsur ini bergantung pada satu parameter, yakni rasio foton terhadap barion, yang nilainya dapat dihitung secara independen dari detail struktur fluktuasi latar belakang mikrogelombang kosmis. Rasio yang diprediksikan (rasio massa) adalah sekitar 0,25 untuk 4He/H, sekitar 10−3 untuk 2H/H, sekitar 10−4 untuk 3He/H dan sekitar 10−9 untuk 7Li/H.[37]
Hasil prediksi ini sesuai dengan hasil pengukuran, paling tidak untuk kelimpahan yang diprediksikan dari nilai tunggal rasio barion terhadap foton. Kesesuaian ini cukup baik untuk deuterium, namun terdapat diskrepansi yang kecil untuk 4He dan 7Li. Dalam kasus helium dan litium, terdapat ketidakpastian sistematis yang cukup besar. Walau demikian, konsistensi prediksi ini secara umumnya memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat.[47]

[sunting] Evolusi dan distribusi galaksi

Panorama langit yang meninjukkan distribusi galaksi di luar Bimasakti.
Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi beserta kuasar memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. Perpaduan antara pengamatan dengan teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar satu milyar tahun setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai struktur astronomi lainnya yang lebih besar seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang terus berevolusi dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan keadaan galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat berbeda dengan galaksi-galaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, sesuai dengan simulasi pembentukan alam semesta yang diakibatkan oleh Ledakan Dahysat.[48][49]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar