Di
zaman yang serba sulit seperti sekarang ini jangankan mau beli
barang-barang mewah, untuk makan saja susah hal ini yang di alami
Maisarah janda tiga anak yang di tinggal kawin suaminya. Sejak setahun
yang lalu di tinggal suaminya tidak ada niat dalam dirinya untuk kawin
lagi, yang ada dalam benaknya hanyalah mengurusi anak-anaknya yang masih
kecil. Ia selalu berpikir bagaimana badannya agar tetap sehat supaya
dapat terus bekerja untuk memberi makan kepada anak-anaknya yang masih
kecil-kecil itu.
Hari
itu bertepatan tanggal 8 zulhijah, itu berarti dua hari lagi akan
berlangsung idul adha atau hari raya haji yang biasanya di tandai dengan
adanya qurban. Namun, tak sepeserpun Mai begitu ia akrab di sapa
memegang uang untuk persiapan lebaran itu. Anak-anaknya merengek ingin
dibelikan baju baru seperti teman-temannya yang lain sudah memamerkan
kepada mereka.
Hari
semakin dekat dengan lebaran, Mai makin gelisah sampai-sampai tak bisa
tidur melihat wajah anak-anaknya yang tertidur pulas. Pukul tiga pagi ia
terbangun dari tidur yang sekejab dan mengerjakan shalat tahajud tak
lelah ia menadahkan tangan berdo’a pada yang kuasa di malam yang dingin
itu. Ia memohon agar terhindar dari kesusahan yang di alaminya, kemudian
ia berniat untuk berpuasa, dilihat beras dalam karung hanya cukup untuk
makan satu orang dewasa ia berpikir kalau beras itu dimasak untuk makan
sahurnya maka esok anaknya akan kelaparan, dan iapun hanya sahur dengan
segelas air putih.
Ke
esokan harinya Mai pergi untuk mencari nafkah, Mai mengais tumpukan
sampah yang bau dan kotor. Keringatnya mengucur deras di bawah teriknya
matahari. Mai masih saja terbayang-bayang rengekan ke tiga anaknya yang
minta di belikan baju baru dan dapat makan enak di hari lebaran seperti
yang dipamerkan teman-teman sepermainan mereka. Ia sangat kelelahan
seperti tak tahan berada di bawah panasnya matahari yang membakar
tubuhnya, alhasil ia pingsan tidak seorangpun yang tahu keadaannya
hingga akhirnya ia tersadar sendiri.
Kaetika
hari sudah petang, ia tersadar dari pingsannya. Tak sepeserpun uang ia
dapat hari itu, sementara anak-anaknya sudah kelaparan menunggu
kepulangannya berharap ia mambawa makanan. Setibanya di rumah ia merasa
sangat miris melihat anak-anaknya yang sangat kelaparan, itu terpancar
dari wajah mereka yang lemas dan pucat. Mau mencari hutangan di kios
namun ia sudah tidak di percayai lagi oleh pemilik kios karena hutangnya
sudah menumpuk belum dapat di lunasinya. Akhirnya malam ini dilewati
mereka dengan perut yang kosong hanya air putih yang mengisi perut
kosong mereka.
Sudah
tiba hari yang di tunggu-tunggu, di mana orang yang berkecukupan
berqurban untuk kaum yang parkir dan miskin. Mai sudah mendapatkan kupon
untuk pembagian daging qurban yang akan dibagikan hari itu. Ia sangat
senang, sudah tersusun rencana dalam benaknya hari ini ia akan memasak
enak untuk anak-anaknya yang memang tidak pernah merasakan makan enak.
Selesai melaksanakan shalat ied semua warga miskinn berkumpul dan
bedesak-desakan untuk mendapatkan daging qurban. Dengan perjuangan yang
keras akhirnya Mai dapat juga bagian daging qurban yang hanya seberat
setengah kilogram itu. Ia sangat senang dan bersegera pulang.
Kira-kira
seratus meter ia berjalan dari masjid, ia melihat nenek tua menangis.
Tubuh nenak itu lemas, bajunya sangat lusuh. Maipun mendekati nenek tua
itu dan menanyakan apa yang sudah terjadi kepada nenek itu. Ternyata
nenek itu menagis karena tidak kebagian daging qurban. Tak tega melihat
nenek tua itu Mai memberikan semua daging yang didapatnya untuk nenek
tua itu. Sebenarnya berat hati untuk memberi tetapi ia mencoba iklas
karena mendengar cerita nenek tua itu yang kehidupannya lebih
menyedihkan dari dirinya, nenek itu mempunyai sembilan orang anak di
rumahnya dan mereka belum makan selama dua hari. Dan Mai tersadar bahwa
di dalam kesusahannya masih ada yang lebih susah darinya.
Kira-kira
10 meter lagi ia sampai ke rumahnya namun kakinya seperti kaku
melengkah menuju rumah, karena ia tidak menepati janjinya pada
anak-anaknya untuk memasak makanan yang enak hari ini. Namun ia melihat
ada sesuatu yang berbeda, ia melihat anak-anaknya sangat girang tak
seperti orang kelaparan dengan rasa penasaran ia terus melangkah menuju
rumahnya. Ia sudah sampai di depan pintu rumahnya ia sangat terheran
melihat anak-anaknya sudah memakai pakaian baru, terlihat satu karung
beras di lantai dan sembako begitu banyak kemudian pandangannya tertuju
ke meja makan ada daging yang sudah masak dan harumnya sangat lezat.
Beberapa saat ia terbengong hingga anaknya menyadarkannya. Lalu ia
bertanya pada anaknya siapa yang memberi semua itu. Kemudia anaknya
bercerita bahwa tadi mereka didatangi seorang nenek tua dan memeberikan
barang-barang kebutuhan itu semua kepada mereka dan semangkuk daging
itu serta amplop yang berisi uang cukup
banyak. Maisarah bersujud bersyukur kepada Allah dan ia baru sadar
bahwa nenek yang di beri daging tadi adalah malaikat utusan Allah yang
dikirim untuk membantunya.
Semenjak
kejadian itu kehidupan Maisarah berubah drastis kini hidupnya sudah
berkecukupan. Uang yang di titipakan kepadanya itu di pergunakan untuk
modal dagang dan usahanya itu berhasil. Walaupun sudah hidup senang ia
tidak lupa siapa ia yang dulu. Ia tetap rendah hati dan tidak sombong
kepada siapa saja. Kini setiap tahun di hari idul adha ia selalu
berqurban dan selalu bersedakah untuk orang-orang yang kurang mampu.